Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com
Purwo Adi Utomo.
Lazuardi.
Rangga Cipta Nugraha.
Dani Maulana.
Anda masih mengingat nama-nama itu ? Juga peristiwa yang
terkait dengan diri mereka ? Sekaligus apakah hal tersebut mampu menjadi sesuatu makna, bahkan pegangan prinsip
Anda sebagai suporter sepakbola Indonesia
?
Purwo Adi Utomo, pelajar klas III SMK Negeri 5 Surabaya,
tewas terinjak-injak dalam peristiwa kerusuhan suporter Bonek versus aparat
keamanan seusai laga Persebaya melawan Persija Jakarta dalam lanjutan IPL di
Stadion Gelora 10 Nopember, Tambak Sari, Surabaya (3/6/2012).
Lazuardi (29), Rangga Cipta Nugraha (22) dan Dani Maulana
(16) darahnya mengalir meresapi bumi setelah dianiaya suporter Persija Jakarta
usai laga klasik yang panas antara Persija Jakarta dan Persib Bandung dalam
lanjutan ISL, Minggu (27/5/2012) di stadion Gelora Bung Karno.
Tetapi apakah Anda juga masih ingat nama Suhermansyah ? Beri Mardias ? Juga nama Fathul Mulyadin ?
Boleh jadi Anda tidak lagi mengingat siapa mereka. Boleh
jadi semua nama-nama di atas mungkin dalam hitungan minggu atau bulan, langsung
menghilang selamanya dalam ingatan
publik sepakbola Indonesia.
Juga peristiwa yang membuat mereka terenggut nyawanya, akan mudah pula kita
lupakan. Apalagi esensinya.
Catatan hitam
wajah kita. Bangsa Indonesia,
apalagi suporter dan juga publik sepakbolanya,
nampaknya tidak suka atau tidak memiliki tradisi untuk mencatat beragam
peristiwa sepakbola yang terkait dengan diri masing-masing.
Masihkah Anda ingat nama Mursyid
Effendi, si pelaku sepakbola gajah dalam perempat-final Piala Tiger 1998, 31 Agustus
1998, di Hanoi, Vietnam ?
Peristiwa hitam itu terjadi ketika tim Thailand yang melawan Indonesia, yang sama sekali tidak menggubris etika dan roh olahraga itu sendiri, yaitu sportivitas, dengan justru berusaha mati-matian agar tim mereka memperoleh kekalahan pada akhir pertandingan. Tujuannya, agar mereka terhindar untuk bertemu dengan tuan rumah di semi-final.
Saat skor menunjukkan 2-2 pada masa perpanjangan waktu, pemain Indonesia, Mursyid Effendi, sukses menembak ke arah gawangnya sendiri. Kiper Indonesia saat itu tidak berusaha menepis. Tetapi justru banyak para pemain Thailand yang berusaha menjaga gawang timnas Indonesia agar tidak kebobolan.
Peristiwa kelam menimpa sepakbola yang paling mutakhir
adalah dibantainya timnas Indonesia
oleh Bahrain dalam
kualifikasi Piala Dunia 2014 di Stadion Nasional Bahrain (29/2/2012) . Skornya : 10-0. Publik sepakbola dunia, khususnya Asia, menilai
pertandingan di Stadion Nasional Bahrain itu merupakan lelucon terburuk
di era sepak bola modern sekarang ini.
Ada lima catatan terkait “lelucon buruk” itu, antara lain : Indonesia
menurunkan skuat muda di kualifikasi Piala Dunia, wasit memberi penalti untuk
Bahrain saat laga baru berusia tiga menit, wasit mengganjar kartu merah untuk
kiper Indonesia di menit ketiga, wasit menghadiahi penalti untuk Bahrain
sebanyak lima kali dan Bahrain mencetak 10 gol.
Jangan amnesia.
Sebagai publik sepakbola dan insan
pembelajar yang memiliki kepribadian untuk terus berkembang, hal-hal buruk yang
terjadi dalam dunia sepakbola kita tidak seyogyanya mudah untuk kita lupakan
begitu saja.
Kita harus mencatatnya. Demikian juga ketika kita merasakan
suatu kegembiraan. Kita harus mencatatnya pula. Bisa di buku harian,
syukur-syukur di blog, sehingga apa yang kita pikirkan dan rasakan tentang
suatu beragam momen sepakbola dalam hidup kita itu dapat diabadikan. Dapat dibagikan.
Kelihatannya tindakan mencatat itu sebagai hal yang kecil,
remeh-temeh dan tidak penting. Tetapi di sinilah terletak esensi bila Anda
ingin menjadi suporter sepakbola yang tidak melupakan sejarah.
Almarhum Steve Jobs (1955-2011), pendiri Apple dan tokoh
visioner, dalam
pidatonya yang terkenal di depan wisudawan Universtas Stanford
tahun 2005 memiliki tamsil menarik tentang “connecting the dots,” menghubungkan
titik-titik. Ia bercerita, sesudah drop out dari kampusnya, Jobs menekuni
kursus kaligrafi.
“Saya belajar jenis-jenis huruf serif dan
san serif, membuat variasi spasi antar kombinasi kata dan kiat membuat
tipografi yang hebat. Semua itu merupakan kombinasi cita rasa keindahan,
sejarah dan seni yang tidak dapat ditangkap melalui sains. Sangat menakjubkan.
Saat itu sama sekali tidak terlihat
manfaat kaligrafi bagi kehidupan saya. Namun sepuluh tahun kemudian, ketika
kami mendisain komputer Macintosh yang pertama, ilmu itu sangat bermanfaat. Mac
adalah komputer pertama yang bertipografi cantik. Seandainya saya tidak DO dan
mengambil kelas kaligrafi, Mac tidak akan memiliki sedemikian banyak huruf yang
beragam bentuk dan proporsinya.”
Pribadi naik divisi. Simpul Steve Jobs : “Anda tidak akan dapat merangkai titik
dengan melihat ke depan; Anda hanya bisa melakukannya dengan merenung ke
belakang. Jadi, Anda harus percaya bahwa titik-titik Anda bagaimana pun akan
terangkai di masa mendatang. Anda harus percaya dengan intuisi, takdir, jalan
hidup, karma Anda, atau istilah apa pun lainnya. Pendekatan ini efektif dan
membuat banyak perbedaan dalam kehidupan saya.”
Sahabatku, para suporter sepakbola, bila Anda rajin membuat catatan selama menjadi suporter
sepakbola, itulah titik-titik jelas yang akan bermakna bila kelak Anda berhasil
menghubung-hubungkannya di masa depan. Anda bebas menuangkan galau atau gelora Anda. Anda dapat melakukan "pembunuhan" sebanyak apa pun terhadap suporter lawan, tanpa Anda atau mereka harus mengalami cedera.
Salurkan energi-energi destruktif Anda dalam bentuk tulisan -- di mana dengan berjalannya waktu ia ibarat kerikil yang menyakiti kerang dalam cangkangnya. Kerikil itu pula yang kelak akan menjadi mutiara.
Tim yang Anda dukung mungkin prestasinya begitu-begitu saja,
tetap memble, atau pun meraih juara, tetapi di masa depan itu, percayalah, Anda
akan hadir sebagai pribadi dengan kelas yang telah naik sekian divisi.
Wonogiri, 12 Juni 2012
Catatan menjelang memenuhi undangan Kick Andy Show untuk ikut memberikan solusi bagi masa depan dunia suporter sepakbola Indonesia, bersama Mayor Haristanto. Akan ditayangkan Jumat, 22 Juni 2012.
kematian sia sia suporter memang selalu terulang apakah ini puncak gunung es dari ketidak dewasaan suporter atau hanya pelampiasan kekesalan atau di peliharanya permusuhan.. Semoga ke depan suporter indonesia semakin maju
Posted by
trinidad budiman |
4:10 PM
Terima kasih, Trinidad Budiman. Pendapatmu benar adanya. Kita para suporter tidak terbiasa mendata nama-nama korban yang jatuh, kita tidak pernah pula diajak belajar berempati kepada keluarga yang kehilangan kerabat. Sehingga korban itu akan mudah segera kita lupakan.
Bagi saya, itu menyedihkan. Untuk itu, saya mencoba menuliskannya. Semoga ada manfaatnya. salam hangat.
Posted by
bambang |
4:32 PM