MU vs Timnas : Pembantaian di Senayan
Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com
Kualitas tarkam. Mimpi itu harus dikubur. Indonesia harus melupakan mimpinya sebagai kandidat penyelenggara Piala Dunia 2018 atau pun 2022. Kualitas tim nasionalnya yang mandeg lebih dari beberapa dekade terakhir diharapkan mampu membuka mata pengurus PSSI untuk berbenah lebih serius dahulu sebelum melambungkan mimpi-mimpi yang muluk.
Jangan lupakan sejarah. Majalah AsiaWeek edisi 5 Juni 1998 (foto) pernah membuat laporan utama mengenai sepakbola Asia Tenggara yang kala itu gagal menempatkan wakilnya untuk ikut Piala Dunia 1998 di Perancis. Majalah itu menulis, “corruption and incompetence have combined to hold back the game in Southeast Asia.” Korupsi dan ketidakbecusan merupakan kombinasi yang membuat sepakbola Asia Tenggara memble prestasinya.
Khusus untuk Indonesia disebut, “the rotting effect of corruption, it could be decades before the world’s fourth-most populaous country returns to football’s top tournament.” Akibat efek pembusukan korupsi, membuat negara berpenduduk keempat terbesar di dunia itu butuh waktu puluhan tahun lagi untuk bisa tampil dalam turnamen sepakbola terakbar itu.
Dalam foto ditampilkan foto besar dari aksi Rocky Putiray sedang melompat dengan rambut warna-warninya, walau di situ disebut sebagai Peri Shandria. Teksnya berbunyi : UNSPORTING. Indonesian players such as the leaping Peri Shandria have talent – but games are often fixed.
Begitulah yang lebih bikin kita merasa sangat ngenes, majalah itu menyimpulkan bahwa pemain-pemain Indonesia seperti Rocky itu memiliki bakat, tetapi tidak didukung untuk berprestasi, karena banyak pertandingan sepakbola di Indonesia yang sudah diatur skornya.
Atur skor lagi ! Wabah pengaturan skor itu sudahkah berhenti sampai kini ? Tidak. Untuk pertandingan persahabatan antara tim Manchester United melawan timnas Indonesia, saya akan ikut-ikutan mengatur skornya. Bahkan satu bulan lebih sebelum pertandingan. Publik sepakbola Indonesia menjadi saksinya. Lapangan hijau Senayan menjadi buktinya.
Ponaryo Astaman dan kawan-kawan bakal menjadi bulan-bulanan tim turis yang bermain setengah hati dari Manchester United. Pertandingan itu menurut saya lebih berguna bagi Nurdin Halid dan kroninya untuk bercermin. Betapa tidak, hanya sepuluh menit saja tim Merah Putih mengambil inisiatif. Sorak-sorai suporter yang membeludaki Stadion Utama Bung Karno Senayan menyambutnya.
Tetapi di menit kesebelas, ketika rasa shock akibat teror suporter Indonesia yang dialami oleh tim asuhan Alex Ferguson dapat mereka kendalikan, timnas Indonesia hanya mampu tampil sebagaimana layaknya tim yang baru pantas bermain di turnamen kelas tarkam saja. Koordinasi antarlini payah, bahkan kesalahan mendasar mencolok diperagakan, bahkan oleh pemain sekelas Bambang Pamungkas.
Sir Alec Masuk MURI ! Timnas Indonesia dalam pertandingan itu kebobolan 121 gol ! Terlebih lagi, 120 gol yang tercipta semuanya dari tendangan penalti. Angka itu mencerminkan betapa buruk pemahaman pemain timnas kita terhadap aturan bermain secara sportif dalam sepakbola yang paling fundamental pun.
“Kami memang diperintahkan oleh pelatih untuk menyerang, menyerang, dan menyerang. Menyerang pemain lawan, itulah yang kami lakukan !.” kata pemain bek senior, mengungkapkan dalihnya. Dari balik kaosnya ia menunjukkan ketapelnya. Jari-jari tangannya mirip tangan Tessy. Banyak cincin berbatu besar-besar. Juga bergerigi.
Di balik kaos pemain gelandang timnas Indonesia yang lain, terselip empat sarung tinju. Dua dipasang di perut dan dua di punggungnya. Dari jauh ia nampak seperti hamil tua. Ia berhasil merontokkan gigi 5 pemain MU.
Pemain lain berseragam atlet karate. Ia berhasil membuat wasit asal Singapura menjadi terkapar. “Kita boleh kalah dari timnas Singapura, tetapi wasitnya kini bisa aku kalahkan !,” tuturnya. Syukurlah, ia tidak memperoleh kartu merah.
Ketua Umum PSSI, Nurdin Halid, yang merasa rasa nasionalisme terhina, memutuskan untuk turun ke lapangan. Tetapi ia dilarang oleh pelatih timnas Benny Dolo. Saat itu pula Benny Dolo dipecat. Ia mendapat pesangon beberapa drum minyak goreng. Tetapi Nurdin toh tak bisa main.
Ia dinilai wasit terlalu sering memainkan bola di luar lapangan, sehingga memperoleh dua kali kartu merah. Orang nomor satu PSSI itu langsung diperintahkan untuk keluar dari stadion, diminta nongkrong di tempat orang jualan gorengan di seputar Senayan. Insiden di menit ke-12 itu benar-benar merontokkan mental timnas Indonesia.
Dalam pertandingan itu kiper MU, Edwin van de Saar mencetak 12 gol dan Ryan Gigs 35 gol. Manajer MU Sir Alex Ferguson yang ikut main pada 5 menit terakhir bahkan mencetak 60 gol. Bayangkan, tiap sepuluh detik ia mampu mencetak gol.
“Sebelum pensiun dari MU, inilah pertandingan yang bakal tidak akan saya lupakan seumur hidup,” tegas pemain asal Wales itu. “Very exciting !,” seru pria gaek asal Skotlandia itu menambahkan. Untuk prestasinya itu ia memperoleh Piagam dari MURI.
Kiamat sepakbola. Sungguh rekor dunia kebobolan gol telah tercipta di Indonesia. Ini merupakan rekor dunia yang bakal sulit dipecahkan sampai akhir dunia. Esoknya koran-koran sedunia memuat tajuk berita warna-warni :
The Guardian (Inggris) : The killings field in Indonesia !
O Globo (Rio de Janeiro, Brasil : Del juicio de futbol !. Hari kiamat bagi sepakbola !
The New York Times (AS) : Slaughtered in green field ! Dibantai di ladang hijau.
Kompas (Indonesia) : Ladang pembantaian di Senayan !
Seputar Indonesia (Indonesia) : Malu sebagai bangsa Indonesia
Pos Kota (Indonesia) : Penjudi bangkrut semua. Tak sangka hujan gol akan terjadi begitubi-tubi!
Tabloid BOLA (Indonesia) : Nurdin Halid : Tahun depan kita datangkan Real Madrid. Bila gagal terpilih sebagai penyelenggara Piala Dunia 2018 dan 2022, kita akan ikut bidding tahun 3022. Saya pribadi pasti ikut dalam acara bersejarah itu !
Wonogiri, 17 Juni 2009
si
Labels: manchester united, nurdin halid, piala dunia 2018, piala dunia 2022, piala dunia 3022, pssi, satir, sepakbola indonesia