Australia Terbuka, Asma dan Otak Reptil Suporter Kita
Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com
Malang benar Maria Sharapova.
Petenis cantik berkaki menawan ini harus tergusur di babak awal turnamen tenis Australia Terbuka 2010. Padahal ia termasuk unggulan.
Citranya jeblok lagi saat ia dijuluki sebagai petenis dengan pakaian terburuk. Keponakan saya, Yudha Arditya, petenis kelas kabupaten, menyebut pakaian ungunya Maria Sharapova itu sebagai, “mirip reog.” Saya menyebut roknya yang penuh rimpel itu sebagai gorden.
Bagi saya, Australia Terbuka mudah mengingatkan kenangan terhadap satu humor cerdas. Itu terjadi saat semifinal 1988, Pat Cash (Australia) melawan petenis Ivan Lendl (Czech, alias dari Ceko). Seorang suporter dari kubu tuan rumah memajang spanduk unik. Tulisannya berbunyi :
”Cash Is Better Than Check !”
Tetapi 2-3 tahun belakangan ini, bagi saya bintang Australia Terbuka adalah selalu Vijay Amritaj. Memang ia tak lagi mengayun tenis. Tetapi pria India yang juga petenis andal di masa lalu, dengan tubuh setinggi 193 cm itu, tampil sebagai komentator yang menawan di televisi Star Sports.
Saat kamera menyorot wajah cemas ibunya petenis Rusia Elena Dimentieva yang saat itu terdesak berat oleh permainan taktis Justin Henin (Belgia) yang memegang setir dari baseline, terdengar suara simpatik Vijay :
”Be a cool, mom. Be a cool.”
Ungkapan yang membuat kita tersenyum.
Asma dan asmara. Vijay Amritaj, kelahiran Chenai 14 Desember 1953, masuk radar perhatian saya gara-gara asma. Itu terjadi di bulan Januari 2006. Saat itu saya sedang meluncurkan blog ANEZ : Asthmatics New Environment Zone. Blog mengenai penyakit asma. Juga asmara.
Saya tulis, terkisah bahwa Vijay sukses mengatasi asma yang ia derita. Dalam acara bincang-bincang dengan dokter spesialis pernafasan, Dr. Raj B. Singh (yang menjabat sebagai tokoh kunci Asthma Foundation of India/AFI dan anggota komite eksekutif Global Initiative for Asthma/GINA), pahlawan tenis India itu menceritakan sejarah perjuangannya melawan asma.
“Asma dapat diatasi dengan olah raga. Pengobatan hanya akan membuat kita kecanduan. Olah raga adalah intinya.”
Vijay berkisah, ia pernah harus tidak masuk sekolah dalam waktu lama akibat sakit asma. Ternyata kemudian ia mampu mengatasi masalah kesehatannya tersebut, dengan menunjuk jasa sang ibu.
“Ibu yang menyuruh saya untuk olah raga lari”, dan disinilah ia menemukan jalan menuju kesembuhan. Dari aktivitas mencebur ke kolam renang setelah melakukan jogging, ia membangun stamina tubuhnya agar kuat berlari sejauh 10 km setiap pagi.
“Tidak ada yang mampu menandingi manfaat berlari bagi peningkatan kinerja paru-paru kita’
Vijay berkata bahwa ketika anak-anak dalam usia awal, “Anda dapat menanamkan keyakinan kepada mereka mengenai manfaat olahraga lari.” Ia merujuk kepada kegiatan jogging yang dapat dilakukan oleh segenap anggota keluarga.
Selain meningkatkan kesehatan, “Anda dapat lebih punya banyak waktu untuk berkumpul bersama keluarga” Kata Vijay, “keluarga kami banyak melakukan olahraga lari ketika anak-anak masih kecil”
Terima kasih, Vijay.
Kembali ke Australia, harapan saya, semoga penampilan Vijay itu dapat ikut mempersejuk hubungan antara Australia dan India yang menegang akhir-akhir ini. Melalui siaran BBC saya mengikuti peristiwa tahun baru 2008 lalu saat warga India tewas ditusuk, dan hal itu baru saja terulang pada tahun 2010 ini. Sentimen ras rupanya lagi pasang naik di benua Kangguru itu.
Upaya mempersejuk hubungan itu juga dilakukan oleh musikus Hollywood kelahiran India, A. Rahman. Komposisinya, Jai Ho, yang ikut mengantar film Slumdog Millionaire meraih Oscar, baru saja melakukan konser gratis di Sydney. Ketika kekerasan datang, sentuhan kebudayaan harus datang menyapa.
Oleh karena itu menjadi tidak aneh bila produk kebudayaan itu, sebut saja nyanyian, juga menggema di medan pertempuran, yaitu dalam kancah olah raga. Tetapi tentu saja bukan nyanyian berupa agitasi kerdil dan idiot, yang muncrat deras dari otak reptil mereka yang mengaku menyukai olah raga. Misalnya berupa ucapan “bunuh saja, bunuh saja,” yang selalu disuarakan para suporter sepakbola dalam arena pertandingan sepakbola domestik kita.
Kembali ke arena tenis Australia Terbuka.
Yang pasti, hancur sudah Kim Clijsters. Come back-nya yang gemilang merenggut juara di AS Terbuka 2009, hancur di Melbourne. Ia kalah telak 0-6,1-6, di tangan Nadia Petrova.
Tetapi sungguh hebat si “badut Siprus” Marcos Baghdatis. Lawannya David Ferrer (Spanyol) yang sudah unggul 2-0, akhirnya harus takluk dengan 2-3. Pemain veteran kita, Yayuk Basuki yang berpasangan dengan Kimiko Date Krum, juga pupus di babak awal.
Hari-hari ini saya belum membaca ulasan di surat kabar. Tetapi dunia tenis Indonesia rasanya harus meratapi kehilangan kolumnis tenis ternama kita, Benny Mailili, yang meninggal dunia beberapa waktu lalu.
Di Australia, Maria Sharapova, hancur. Juga Kim Clijsters dan David Ferrer. Dalam olah raga selalu ada drama : kalah atau menang. Tetapi di luar arena, saya mencatat adegan mengesankan. Seusai menang, favorit Roger Federer khusus mengucapkan salam untuk Pangeran William dari Inggris yang khusus menonton pertandingannya. “Selamat datang di dunia tenis,” kata ayah dari anak kembar dari Swiss itu yang memancing tepuk tangan pengunjung di Rod Laver Arena.
Menang.
Kalah.
Bagaimana Anda memaknainya ?
Seorang penyanyi asal Kanada, Joni Mitchell, dalam lagunya berjudul ‘Both Sides Now’ (1967) mengatakan : “Aku kini memandang kehidupan dari kedua sisi itu ; dari sisi kemenangan dan kekalahan dan entah saja bagaimana, hidup ini merupakan ilusi, saya sungguh tidak tahu apa makna hidup yang sebenarnya.”
Terima kasih, Ms. Mitchell.
Tetapi inilah hidup saya di hari Sabtu, 23 Januari 2010 ini. Setelah mengunggah tulisan ini, lalu ke Perpustakaan Umum Wonogiri. Mem-browsing koran sejak Rabu lalu. Juga, siapa tahu bisa menemui Astrid yang cantik di sana. “Ia mirip Anez.”
Sore menonton lagi Australia Terbuka.
Malamnya nonton Liga Inggris.
Atau baca-baca lagi bukunya David McNally dan Karl D. Speak, Be Your Own Brand (2002).
Terima kasih, pembaca.
Semoga akhir pekan Anda ini membahagiakan.
Wonogiri, 23 Januari 2010
Labels: australia terbuka 2010, bambang haryanto, justin henin, makna hidup, pedhet wijaya, suporter sepakbola kita, tenis, vijay amritaj, yayuk basuki