BOBOTOH, APA JADI BERANGKAT KE SOLO DALAM BABAK PALY OFF, 9-16 OKTOBER 2003 INI ?
Dear sobatku sesama
suporter sepakbola Indonesia
Saudaraku dari Malang, Sam Toto Nade Sutedjo telah menulis di kolom Ole (Bola, 3/10/2003), yang isinya menarik. Pada intinya adalah mengajak saudara-saudaraku bobotoh Persib untuk berintrospeksi, berkaitan dengan dipindahnya tempat pertandingan play off dari Jakarta, yang menurut pertimbangan PSSI, dapat menghindari terjadinya gesekan panas antara Bobotoh dengan The Jakmania. Ternyata PSSI telah menetapkan tempat play off ke Solo, dan menurut Sam Toto Nade Sutedjo dan sebagian Pasoepati, para bobotoh pun telah menabung sambutan kurang simpatik saat Pasoepati tur ke Siliwangi. Sehingga kunjungan bobotoh ke Solo nanti juga jadi problematis. Tabungan perbuatan bobotoh yang kurang terpuji, bahkan lebih parah, juga dialami oleh tim Arema dan Aremania.
Jadi, apakah sobat-sobatku bobotoh akan tetap main ke Solo untuk mendukung Persib di babak kritis ini ? Apakah Pasoepati juga akan terbuka, mampu melupakan kasus sambutan tak ramah dari bobotoh yang lalu, dan akan menyambut kedatangan mereka di Manahan ?
Jawaban saya : saya tidak tahu.
Tetapi, sebagai salah satu pendukung suporter cinta damai Indonesia, saya berpendapat bahwa sebenarnya masih ada peluang untuk kebaikan bersama. Mohon maaf kalau nampak arogan, atau sok gila hormat, alangkah bijaksananya kalau fihak sobat-sobatku, seperti Herru Joko dkk. dari Viking/Bobotoh mencoba menggalang kontak dengan para pentolan Pasoepati (saya sendiri bukan lagi eksekutif di Pasoepati lo…).
Sokur-sokur, saya tahu akan terasa sangat berat, secara resmi fihak Bobotoh menyatakan minta maaf atas kejadian tak enak di masa lalu, dan secara bersama-sama bertekad untuk menggalang persahabatan yang lebih erat antara Viking/Bobotoh dengan Pasoepati. Lalu kesepakatan itu segera disosialisasikan secara meluas, hingga nanti bobotoh bisa main ke Solo.
Apakah usulan dan ide itu akan berhasil ? Saya tak bisa menjamin.
Tetapi seperti kata pepatah “ What isn’t tried won’t work”, sesuatu yang tak pernah dicoba bakal tak pernah berhasil, maka usulan di atas itu saya ajukan. Kalau berhasil, saya kira akan pula memberi setitik kebaikan bagi sepakbola Indonesia, di tengah penilaian penulis sepakbola terhebat Indonesia, Sindhunata (Kompas, 2/10/2003), berjudul “Bola, Cermin Kehancuran Bangsa” (saya membaca artikel lengkapnya dengan merinding, miris, dan ketakutan) :
“Dunia bola kita yang penuh kekerasan dan kecurangan adalah lokasi nyata, di mana rakyat mengalihkan teror negara menjadi teror bagi diri mereka sendiri dan sesamanya. Dan itu semua dilakukan tanpa mereka sadari. Kehancuran dan kerusakan mana yang lebih parah daripada kehancuran yang dilakukan terhadap diri sendiri tanpa disadari ? Dalam arti ini, kehancuran dan kerusakan kita benar-benar sempurna”
Hello Bobotoh, Hello Pasoepati, pintu emas terbuka untuk Anda !
Makasih Sam Toto. Walau pun Arema kini terdegradasi, tetapi Anda sebagai sosok Aremania tetap saja selalu menarik untuk kami teladani.
Salam Pasoepati !
Salam saya,
Bambang Haryanto
Dear sobatku sesama
suporter sepakbola Indonesia
Saudaraku dari Malang, Sam Toto Nade Sutedjo telah menulis di kolom Ole (Bola, 3/10/2003), yang isinya menarik. Pada intinya adalah mengajak saudara-saudaraku bobotoh Persib untuk berintrospeksi, berkaitan dengan dipindahnya tempat pertandingan play off dari Jakarta, yang menurut pertimbangan PSSI, dapat menghindari terjadinya gesekan panas antara Bobotoh dengan The Jakmania. Ternyata PSSI telah menetapkan tempat play off ke Solo, dan menurut Sam Toto Nade Sutedjo dan sebagian Pasoepati, para bobotoh pun telah menabung sambutan kurang simpatik saat Pasoepati tur ke Siliwangi. Sehingga kunjungan bobotoh ke Solo nanti juga jadi problematis. Tabungan perbuatan bobotoh yang kurang terpuji, bahkan lebih parah, juga dialami oleh tim Arema dan Aremania.
Jadi, apakah sobat-sobatku bobotoh akan tetap main ke Solo untuk mendukung Persib di babak kritis ini ? Apakah Pasoepati juga akan terbuka, mampu melupakan kasus sambutan tak ramah dari bobotoh yang lalu, dan akan menyambut kedatangan mereka di Manahan ?
Jawaban saya : saya tidak tahu.
Tetapi, sebagai salah satu pendukung suporter cinta damai Indonesia, saya berpendapat bahwa sebenarnya masih ada peluang untuk kebaikan bersama. Mohon maaf kalau nampak arogan, atau sok gila hormat, alangkah bijaksananya kalau fihak sobat-sobatku, seperti Herru Joko dkk. dari Viking/Bobotoh mencoba menggalang kontak dengan para pentolan Pasoepati (saya sendiri bukan lagi eksekutif di Pasoepati lo…).
Sokur-sokur, saya tahu akan terasa sangat berat, secara resmi fihak Bobotoh menyatakan minta maaf atas kejadian tak enak di masa lalu, dan secara bersama-sama bertekad untuk menggalang persahabatan yang lebih erat antara Viking/Bobotoh dengan Pasoepati. Lalu kesepakatan itu segera disosialisasikan secara meluas, hingga nanti bobotoh bisa main ke Solo.
Apakah usulan dan ide itu akan berhasil ? Saya tak bisa menjamin.
Tetapi seperti kata pepatah “ What isn’t tried won’t work”, sesuatu yang tak pernah dicoba bakal tak pernah berhasil, maka usulan di atas itu saya ajukan. Kalau berhasil, saya kira akan pula memberi setitik kebaikan bagi sepakbola Indonesia, di tengah penilaian penulis sepakbola terhebat Indonesia, Sindhunata (Kompas, 2/10/2003), berjudul “Bola, Cermin Kehancuran Bangsa” (saya membaca artikel lengkapnya dengan merinding, miris, dan ketakutan) :
“Dunia bola kita yang penuh kekerasan dan kecurangan adalah lokasi nyata, di mana rakyat mengalihkan teror negara menjadi teror bagi diri mereka sendiri dan sesamanya. Dan itu semua dilakukan tanpa mereka sadari. Kehancuran dan kerusakan mana yang lebih parah daripada kehancuran yang dilakukan terhadap diri sendiri tanpa disadari ? Dalam arti ini, kehancuran dan kerusakan kita benar-benar sempurna”
Hello Bobotoh, Hello Pasoepati, pintu emas terbuka untuk Anda !
Makasih Sam Toto. Walau pun Arema kini terdegradasi, tetapi Anda sebagai sosok Aremania tetap saja selalu menarik untuk kami teladani.
Salam Pasoepati !
Salam saya,
Bambang Haryanto