SEPAKBOLA ITU DAMAI, DENDAM ADALAH KERDIL
cerita sana-sini dari babak play-off libm 2003 di solo
14 - 18 oktober 2003
“Internet merupakan tanah lempung komunikasi yang plastis di tangan sekumpulan kecil anak-anak muda bermental wiraswasta dengan ide-ide besar, cekak kantongnya, tetapi tidak menyukai pengawasan kalangan orang tua”, tutur Paul Saffo, Direktur Institute for the Future, mengomentari karya-karya menarik dari anak muda saat booming Internet beberapa waktu lalu.
Suporter sepakbola Indonesia, khususnya Pasoepati, atau biar lebih detil lagi yaitu oknum-oknum Pasoepati, mungkin dapat diibaratkan juga sebagai lempung. Alias sebagai tanah liat yang mudah dibentuk-bentuk. Sebelum dan selama babak play-off PSSI yang berlangsung di Solo, yang melibatkan tim Persib Bandung dan suporternya Viking, PSIM Yogya dengan Brajamusti, Persela Lamongan dengan LA Mania, dan Perseden Denpasar dengan kelompok suporternya (“hello, Dwi Narwanto, jangan lupa nama ini : rai papat..”) berjulukan Catur Muka, ulah (oknum) Pasoepati itu menarik diamati.dan dicacat, eh, dicatat.
Antara lain :
Interaksi Pasoepati dengan panpel.
Panpel play-off kali ini dipegang oleh fihak Komda V PSSI. Pasoepati yang selama ini menjadi panpelnya tim Persijatim Solo FC yang ia dukung (suporter merangkap pegawai), sebagian merasakan “gerah” karena rejeki panpel itu tidak jatuh ke tangan mereka. Omongan ke dua kubu di media massa, tak seindah koor lagu “Bengawan Solo”. Setelah pecah kerusuhan antarsuporter, termasuk di hari kedua antara Pasoepati vs Brajamusti (16/10), ketua panpel (oomnya mantan kiper nasional, Listyanto Raharjo), Bambang Slameto, bilang : “kerusuhan diduga dipicu oleh oknum yang ingin menjatuhkan namanya. Bahkan dia menilai, bentrokan karena kecemburuan sosial”. Sedang Presiden Pasoepati, Satryo Hadinegoro, gantian menyalahkan panpel yang dinilai terlalu sedikit dalam pengerahan aparat keamanan, maka bentrok antarsuporter itu dinilainya telah mencoreng citra baik suporter Solo. Mana yang benar ? Mereka masing-masing pasti merasa benar !
Interaksi Pasoepati dengan kelompok suporter tamu.
Beberapa hari sebelum laga dimulai, sepanjang yang saya ikuti dari e-mail dan berita di koran, kedatangan Viking akan menjadi sasaran balas dendam Pasoepati. Salah satu sumber pengobar adalah rekan-rekan saya dari Pasoepati Jakarta, karena mereka merasakan langsung akibat dari perlakuan tak simpatik bobotoh saat mereka ke Stadion Siliwangi. Niatan semacam itu kadang bikin saya heran. Pada hari biasa, individu suporter itu tampil sebagai warga biasa, dari keluarga baik-baik dan beriman. Tetapi kalau mentok ke suporter “musuh” mereka lalu mudah naik darah dan emosional. Saya ingat banget kata Senol Gunes, pelatih Turki sebelum tanding di semifinal lawan Brasil di PD 2002. Di penyisihan, Turki kalah 1-2 lawan Brasil. Apa di semifinal itu Turki akan balas dendam ?
“Kami melihat sepakbola sebagai sesuatu yang memiliki dan mengandung rasa cinta, damai dan keakraban”, jelas Gunes. “Dendam adalah tindakan yang selalu dilakukan oleh mereka yang kerdil”
Di Solo, sehari sebelum Hari-H, toh Herru Joko, dedengkot Viking dkk. datang juga di Solo. Dipelopori mantan Presiden Pasoepati, Mayor Haristanto, perwakilan empat kelompok suporter itu bikin acara Ikrar Damai, sambil makan-makan steak di café samping warnet MaxxunNet.
Sekedar info, di warnet ini saya pernah syuting televisi, dan warnet ini pula pernah ditongkrongi berminggu-minggu oleh Imam Samodra, mastermind peledakan bom di Bali, dalam berkomunikasi dengan para sohibnya.
Bahkan kemudian di media massa Heru Joko meminta maaf kepada Pasoepati atas peristiwa tak enak di Stadion Siliwangi Bandung, beberapa waktu lalu.
Pas pertandingan hari pertama, Persib vs Perseden, seratusan oknum Pasoepati (dimotori dirijennya) tampil mendukung Catur Muka. Suporter Bali “palsu” itu menyanyikan “Cocak Rowo”. Pada akhir pertandingan, meletus keributan kecil dengan Viking, tetapi tidak bereskalasi. Tetapi karena ratusan Viking merasa kurang nyaman, termasuk adanya sas-sus akan adanya serbuan, mereka memutuskan keluar dari Solo. Konon, kembali ke Bandung, dan kabar lain justru mengatakan bahwa mereka mengungsi ke Yogya. Saat itu Persib sudah mengantongi nilai 3 atas Perseden. Anggota Viking yang tinggal di Solo dan ngekos di kantornya Mayor yang bekas markas Pasoepati, antara lain Sodikin, Viking yang amat terkenal karena wajahnya sangat mirip Ronaldinho Gaucho itu.
Saat pertandingan Persib Bandung vs PSIM Yogyakarta (16/10/03) kepada siapa penonton Solo akan mendukung ? Ketika Persib akhirnya menang lagi, lolos dari jurang degradasi, ofisial PSIM marah-marah di koran sama Pasoepati yang saat itu dinilainya condong mendukung Persib Bandung. Katanya Pasoepati dendam sama Viking, tetapi kok justru mendukung Persib ? Itulah, suporter ibarat lempung, mudah berubah-ubah bentuk.
Jadi mana yang benar dari desas-desus yang muncul di koran lokal itu : Viking itu merasa akan diserbu oleh Brajamusti atau oleh Pasoepati ?
Yang jelas, dan menyedihkan, duel Persib vs PSIM ini akhirnya malah memicu kerusuhan dan bentrok Brajamusti melawan Pasoepati. Walikota Yogya H. Herry Zudianto dan anggota Dewan Herman Dody, memang menyatakan minta maaf kepada masyarakat Solo karena terjadinya bentrokan antara suporter Brajamusti melawan penonton Solo itu, tetapi insiden ini rasanya semakin menjadi bara dalam sekam dalam interaksi antarsuporter kedua kota yang sama-sama warisan kerajaan Mataram itu di masa datang.
Akhirnya, saya ucapkan selamat untuk segenap bobotoh, termasuk Bapak Sumpena, sahabat-sahabat saya seperti Herru Joko, Ayi Beutik, Ali si Juara Kuis Siapa Berani, Reni, Tantri, Nonny, Audry, Agus “under construction forever” Rahmat, Eri, Leo, juga Fadillah (Agus, tolong tulisan ini diforward ke Fadillah,ucapannku : sorry, alamat e-mailmu kena delete tak terduga. Bisa kirim lagi ? thanks, buddy), Garies, Ukung dkk, karena Persib mampu bertahan di divisi utama LIBM. Moga Solo, dengan segala kekurangannya, akan kalian catat sebagai tempat kenangan terindah bagi Persib karena mampu lolos degradasi. Semoga hubungan suporter Solo - Bandung akan mampu kita usahakan terus membaik di masa-masa datang.
Catatan sedikit : Hello sobat bobotoh, apa bisa cerita mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada diri bobotoh dewasa ini ? Menyusul sukses Persib di Solo, tetapi mengapa saat merayakan Persib yunior jadi juara di final Piala Suratin kok juga diwarnai dengan amukan para bobotoh secara luar biasa pula ?
Selamat & sukses untuk Persela Lamongan dan LA Mania, yang akan merasakan aroma laga di divisi utama. Moga Solo dan prestasi Persela itu mampu menjadi benih persahabatan antara suporter Solo dengan Lamongan yang patut dipupuk di masa mendatang.
Untuk Brajamusti, semoga tetap tegar dan terus mendukung perjuangan PSIM di masa datang. Juga untuk sobat-sobat Catur Muka, ayo bangkitkan Perseden di perjuangan mendatang agar mampu kembali ke divisi utama !
Moga roh ikrar damai Bandung, Yogya, Lamongan dan Denpasar, di Solo (13/10/2003) itu akan terus terjaga keberlangsungannya di hati dan di kenyataan.
Pertanyaan usil kecil : naiknya Persela, sebelumnya juga Persebaya dan juaranya Persik Kediri, apakah nanti membuat mandala kerusuhan suporter di Jawa Timur juga akan mendatangi kota-kota tersebut ?
Perhelatan play-off itu akhirnya telah mewariskan kerusakan fisik di Stadion Manahan senilai 120-an juta, gedung-gedung sekitarnya dan jalan protocol yang kacanya rusak disambit batu, hidung seorang polisi patah, beberapa orang suporter harus dirawat di rumah sakit sampai adanya warga Solo, perempuan hamil, yang terguncang psikisnya karena mobilnya dilempari batu dan diancam akan digebuki oleh suporter perusuh.
Akhirnya, sebagian harapan saya di tulisan yang lalu, sokurlah ada yang terwujud. Tetapi impian agar Pasoepati bisa bersikap netral (seperti juga harapan Dwi Narwanto), dengan duduk manis saja dan menjadi tuan rumah yang sewajarnya, ternyata tidak kesampaian. Dua warga Pasoepati telah pula memberikan penilaiannya seputar keterlibatan Pasoepati di hiruk-pikuk helat play-off itu :
“Pasoepati tuh tinggal hancurnya saja, karena semua tim didukung termasuk Perseden. Dengan jadi suporter bayaran, ah ternyata mereka bukan suporter sejati dan bukan fans club. Met bobrok”, tulis Cah Purwosari via HP 0813290522xx di suratkabar Radar Solo (15/10/03).
“Saya sedih sekali melihat teman-teman Pasoepati seperti preman. Jagalah nama besar Pasoepati dan kota Solo dengan damai dan aman”, tulis Kempot (Wonogiri) dengan nomor HP 081548543xx di Solopos (18/10/03).
(Bambang Haryanto, Wonogiri 18/10/2003)
P.S. Siapa nominasi Anda untuk Ketua Umum PSSI ? Kalau berfikir secara primordial, kedaerahan, sebagai orang Wonogiri saya akan mendukung Sumaryoto, yang juga wong Wonogiri. Lalu sebagai orang yang lahir di Solo, saya akan mendukung Mangindaan, karena ia orang Manado yang lahir di Solo. Gimana Nurdin Halid ? Sorry, saya pribadi belum melupakan kabar-kabar skandal korupsi dana cengkeh kontroversial yang melibatkan namanya. Gimana Yacob Nua Wea ? Warna politiknya teramat kental.
Siapa pun yang terpilih nanti, sepakbola Indonesia masih akan melanjutkan hari-hari panjangnya, hari-hari sepakbola Indonesia mati !
cerita sana-sini dari babak play-off libm 2003 di solo
14 - 18 oktober 2003
“Internet merupakan tanah lempung komunikasi yang plastis di tangan sekumpulan kecil anak-anak muda bermental wiraswasta dengan ide-ide besar, cekak kantongnya, tetapi tidak menyukai pengawasan kalangan orang tua”, tutur Paul Saffo, Direktur Institute for the Future, mengomentari karya-karya menarik dari anak muda saat booming Internet beberapa waktu lalu.
Suporter sepakbola Indonesia, khususnya Pasoepati, atau biar lebih detil lagi yaitu oknum-oknum Pasoepati, mungkin dapat diibaratkan juga sebagai lempung. Alias sebagai tanah liat yang mudah dibentuk-bentuk. Sebelum dan selama babak play-off PSSI yang berlangsung di Solo, yang melibatkan tim Persib Bandung dan suporternya Viking, PSIM Yogya dengan Brajamusti, Persela Lamongan dengan LA Mania, dan Perseden Denpasar dengan kelompok suporternya (“hello, Dwi Narwanto, jangan lupa nama ini : rai papat..”) berjulukan Catur Muka, ulah (oknum) Pasoepati itu menarik diamati.dan dicacat, eh, dicatat.
Antara lain :
Interaksi Pasoepati dengan panpel.
Panpel play-off kali ini dipegang oleh fihak Komda V PSSI. Pasoepati yang selama ini menjadi panpelnya tim Persijatim Solo FC yang ia dukung (suporter merangkap pegawai), sebagian merasakan “gerah” karena rejeki panpel itu tidak jatuh ke tangan mereka. Omongan ke dua kubu di media massa, tak seindah koor lagu “Bengawan Solo”. Setelah pecah kerusuhan antarsuporter, termasuk di hari kedua antara Pasoepati vs Brajamusti (16/10), ketua panpel (oomnya mantan kiper nasional, Listyanto Raharjo), Bambang Slameto, bilang : “kerusuhan diduga dipicu oleh oknum yang ingin menjatuhkan namanya. Bahkan dia menilai, bentrokan karena kecemburuan sosial”. Sedang Presiden Pasoepati, Satryo Hadinegoro, gantian menyalahkan panpel yang dinilai terlalu sedikit dalam pengerahan aparat keamanan, maka bentrok antarsuporter itu dinilainya telah mencoreng citra baik suporter Solo. Mana yang benar ? Mereka masing-masing pasti merasa benar !
Interaksi Pasoepati dengan kelompok suporter tamu.
Beberapa hari sebelum laga dimulai, sepanjang yang saya ikuti dari e-mail dan berita di koran, kedatangan Viking akan menjadi sasaran balas dendam Pasoepati. Salah satu sumber pengobar adalah rekan-rekan saya dari Pasoepati Jakarta, karena mereka merasakan langsung akibat dari perlakuan tak simpatik bobotoh saat mereka ke Stadion Siliwangi. Niatan semacam itu kadang bikin saya heran. Pada hari biasa, individu suporter itu tampil sebagai warga biasa, dari keluarga baik-baik dan beriman. Tetapi kalau mentok ke suporter “musuh” mereka lalu mudah naik darah dan emosional. Saya ingat banget kata Senol Gunes, pelatih Turki sebelum tanding di semifinal lawan Brasil di PD 2002. Di penyisihan, Turki kalah 1-2 lawan Brasil. Apa di semifinal itu Turki akan balas dendam ?
“Kami melihat sepakbola sebagai sesuatu yang memiliki dan mengandung rasa cinta, damai dan keakraban”, jelas Gunes. “Dendam adalah tindakan yang selalu dilakukan oleh mereka yang kerdil”
Di Solo, sehari sebelum Hari-H, toh Herru Joko, dedengkot Viking dkk. datang juga di Solo. Dipelopori mantan Presiden Pasoepati, Mayor Haristanto, perwakilan empat kelompok suporter itu bikin acara Ikrar Damai, sambil makan-makan steak di café samping warnet MaxxunNet.
Sekedar info, di warnet ini saya pernah syuting televisi, dan warnet ini pula pernah ditongkrongi berminggu-minggu oleh Imam Samodra, mastermind peledakan bom di Bali, dalam berkomunikasi dengan para sohibnya.
Bahkan kemudian di media massa Heru Joko meminta maaf kepada Pasoepati atas peristiwa tak enak di Stadion Siliwangi Bandung, beberapa waktu lalu.
Pas pertandingan hari pertama, Persib vs Perseden, seratusan oknum Pasoepati (dimotori dirijennya) tampil mendukung Catur Muka. Suporter Bali “palsu” itu menyanyikan “Cocak Rowo”. Pada akhir pertandingan, meletus keributan kecil dengan Viking, tetapi tidak bereskalasi. Tetapi karena ratusan Viking merasa kurang nyaman, termasuk adanya sas-sus akan adanya serbuan, mereka memutuskan keluar dari Solo. Konon, kembali ke Bandung, dan kabar lain justru mengatakan bahwa mereka mengungsi ke Yogya. Saat itu Persib sudah mengantongi nilai 3 atas Perseden. Anggota Viking yang tinggal di Solo dan ngekos di kantornya Mayor yang bekas markas Pasoepati, antara lain Sodikin, Viking yang amat terkenal karena wajahnya sangat mirip Ronaldinho Gaucho itu.
Saat pertandingan Persib Bandung vs PSIM Yogyakarta (16/10/03) kepada siapa penonton Solo akan mendukung ? Ketika Persib akhirnya menang lagi, lolos dari jurang degradasi, ofisial PSIM marah-marah di koran sama Pasoepati yang saat itu dinilainya condong mendukung Persib Bandung. Katanya Pasoepati dendam sama Viking, tetapi kok justru mendukung Persib ? Itulah, suporter ibarat lempung, mudah berubah-ubah bentuk.
Jadi mana yang benar dari desas-desus yang muncul di koran lokal itu : Viking itu merasa akan diserbu oleh Brajamusti atau oleh Pasoepati ?
Yang jelas, dan menyedihkan, duel Persib vs PSIM ini akhirnya malah memicu kerusuhan dan bentrok Brajamusti melawan Pasoepati. Walikota Yogya H. Herry Zudianto dan anggota Dewan Herman Dody, memang menyatakan minta maaf kepada masyarakat Solo karena terjadinya bentrokan antara suporter Brajamusti melawan penonton Solo itu, tetapi insiden ini rasanya semakin menjadi bara dalam sekam dalam interaksi antarsuporter kedua kota yang sama-sama warisan kerajaan Mataram itu di masa datang.
Akhirnya, saya ucapkan selamat untuk segenap bobotoh, termasuk Bapak Sumpena, sahabat-sahabat saya seperti Herru Joko, Ayi Beutik, Ali si Juara Kuis Siapa Berani, Reni, Tantri, Nonny, Audry, Agus “under construction forever” Rahmat, Eri, Leo, juga Fadillah (Agus, tolong tulisan ini diforward ke Fadillah,ucapannku : sorry, alamat e-mailmu kena delete tak terduga. Bisa kirim lagi ? thanks, buddy), Garies, Ukung dkk, karena Persib mampu bertahan di divisi utama LIBM. Moga Solo, dengan segala kekurangannya, akan kalian catat sebagai tempat kenangan terindah bagi Persib karena mampu lolos degradasi. Semoga hubungan suporter Solo - Bandung akan mampu kita usahakan terus membaik di masa-masa datang.
Catatan sedikit : Hello sobat bobotoh, apa bisa cerita mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada diri bobotoh dewasa ini ? Menyusul sukses Persib di Solo, tetapi mengapa saat merayakan Persib yunior jadi juara di final Piala Suratin kok juga diwarnai dengan amukan para bobotoh secara luar biasa pula ?
Selamat & sukses untuk Persela Lamongan dan LA Mania, yang akan merasakan aroma laga di divisi utama. Moga Solo dan prestasi Persela itu mampu menjadi benih persahabatan antara suporter Solo dengan Lamongan yang patut dipupuk di masa mendatang.
Untuk Brajamusti, semoga tetap tegar dan terus mendukung perjuangan PSIM di masa datang. Juga untuk sobat-sobat Catur Muka, ayo bangkitkan Perseden di perjuangan mendatang agar mampu kembali ke divisi utama !
Moga roh ikrar damai Bandung, Yogya, Lamongan dan Denpasar, di Solo (13/10/2003) itu akan terus terjaga keberlangsungannya di hati dan di kenyataan.
Pertanyaan usil kecil : naiknya Persela, sebelumnya juga Persebaya dan juaranya Persik Kediri, apakah nanti membuat mandala kerusuhan suporter di Jawa Timur juga akan mendatangi kota-kota tersebut ?
Perhelatan play-off itu akhirnya telah mewariskan kerusakan fisik di Stadion Manahan senilai 120-an juta, gedung-gedung sekitarnya dan jalan protocol yang kacanya rusak disambit batu, hidung seorang polisi patah, beberapa orang suporter harus dirawat di rumah sakit sampai adanya warga Solo, perempuan hamil, yang terguncang psikisnya karena mobilnya dilempari batu dan diancam akan digebuki oleh suporter perusuh.
Akhirnya, sebagian harapan saya di tulisan yang lalu, sokurlah ada yang terwujud. Tetapi impian agar Pasoepati bisa bersikap netral (seperti juga harapan Dwi Narwanto), dengan duduk manis saja dan menjadi tuan rumah yang sewajarnya, ternyata tidak kesampaian. Dua warga Pasoepati telah pula memberikan penilaiannya seputar keterlibatan Pasoepati di hiruk-pikuk helat play-off itu :
“Pasoepati tuh tinggal hancurnya saja, karena semua tim didukung termasuk Perseden. Dengan jadi suporter bayaran, ah ternyata mereka bukan suporter sejati dan bukan fans club. Met bobrok”, tulis Cah Purwosari via HP 0813290522xx di suratkabar Radar Solo (15/10/03).
“Saya sedih sekali melihat teman-teman Pasoepati seperti preman. Jagalah nama besar Pasoepati dan kota Solo dengan damai dan aman”, tulis Kempot (Wonogiri) dengan nomor HP 081548543xx di Solopos (18/10/03).
(Bambang Haryanto, Wonogiri 18/10/2003)
P.S. Siapa nominasi Anda untuk Ketua Umum PSSI ? Kalau berfikir secara primordial, kedaerahan, sebagai orang Wonogiri saya akan mendukung Sumaryoto, yang juga wong Wonogiri. Lalu sebagai orang yang lahir di Solo, saya akan mendukung Mangindaan, karena ia orang Manado yang lahir di Solo. Gimana Nurdin Halid ? Sorry, saya pribadi belum melupakan kabar-kabar skandal korupsi dana cengkeh kontroversial yang melibatkan namanya. Gimana Yacob Nua Wea ? Warna politiknya teramat kental.
Siapa pun yang terpilih nanti, sepakbola Indonesia masih akan melanjutkan hari-hari panjangnya, hari-hari sepakbola Indonesia mati !