BERAPA TAHUN USIA E-MAIL ANDA ?
CERITA JADI SUPORTER JARAK JAUUUUH OLIMPIADE ATLANTA
Siapakah pemain sepakbola yang berlaga di LI dan memiliki account e-mail ? Saya ingat hanya satu nama : Jacksen F. Tiago, yang kini jadi pelatih Persebaya. Anda bisa menambahkannya ? Kita tunggu.
Tetapi ngomong-ngomong, sudah berapa tahun e-mail Anda ? E-mail saya yang humorline@hotmail.com, akan tepat berusia 4 tahun nanti pada tanggal 31 Desember 2003. Dengan e-mail itu, pada bulan puasa tahun 2001, saya mendapat hadiah sumpah serapah dari seseorang dari kelompok suporter yang pernah merasa disakiti oleh Pasoepati. Kiriman sumpah-serapah itu saya print, lalu ditempel di papan pengumuman markas Pasoepati. Nama dan alamat e-mail pengirimnya, saya hapus. Melalui e-mail itu pula, saya memperoleh kabar baik : diundang sebagai finalis The Power of Dreams Contest 2002.
E-mail tersebut saya buat di Wonogiri, di sebuah warnet yang pertama ada di kota kecil ini. Warnet itu kini sudah bubar. Sebelumnya, di tahun 1998 saya sudah memiliki e-mail bambangharyanto@hotmail.com, planetsolo@hotmail.com dan planetsolo@bumi.net.id. PlanetSolo adalah embrio situs untuk memfasilitasi interaksi komunitas wong Solo di Internet, bekerjasama dengan ISP BumiNet Solo, tetapi kehabisan nafas dan terhenti.
Saya menggunakan e-mail yang pertama kali, tahun 1996, justru sebagai suporter guna mendukung sukses kontingen tim olahraga Indonesia yang saat itu berlaga di Olimpiade Atlanta 1996. Beberapa hari setelah Jakarta diguncang huru-hara 27 Juli 1997, saat Kantor PDI Jl. Diponegoro diserbu, perusahaan komputer IBM menyelenggarakan pameran di Gedung Bapindo, dekat Pintu I Senayan, Jakarta. Saya ikut nonton.
Ternyata di sana ada 4 komputer yang disediakan untuk para pengunjung yang berkenan menulis e-mail guna mendukung tim Olimpiade mana pun (termasuk Indonesia) di Atlanta. Saat itu IBM memang menjadi sponsor utama TI untuk Olimpiade Atlanta. Konon di perkampungan atlet di Atlanta telah disediakan puluhan komputer, namanya Surf Shack, di mana para atlet dan ofisial dapat membaca posting e-mail dari para suporternya di tanah air masing-masing.
Saya pun segera menulis e-mail untuk mendukung sukses pasangan emas bulutangkis di Olimpiade Barcelona, Alan dan Susi, juga Ricky dan Rexy, dan pejudo Krishna Bayu. Termasuk juga titip salam untuk Broto Happy W., wartawan tabloid BOLA, yang saat itu juga bertugas meliput di Atlanta. Dia itu adalah adik saya. Saat itu saya juga menulis surat pembaca di BOLA dan Suara Karya, menghimbau salah satu sponsor tim Olimpiade Indonesia, Citibank, menyelenggarakan open house dan menempatkan beberapa unit komputer di lobby kantornya untuk menampung dan meneruskan e-mail dukungan dari Indonesia ke Atlanta.
Kebiasaan menulis e-mail untuk atlet, juga melalui situsnya IBM, juga saya ulangi ketika berlangsungnya Olimpiade Sidney 2000. Saya sadar, atlet-atlet kita masih gaptek, tetapi dengan mengirim dukungan jarak jauh yang entah dibaca atau tidak, saya sudah merasakan bahagia karena telah melaksanakan tuntutan jiwa saya sebagai seorang suporter olahraga Indonesia.
Dengan e-mail itu pula, kini, saya merasa dapat karunia, berupa kesempatan untuk berinteraksi dengan Anda-Anda semua di milis ASSI kita ini. Apakah milis kita ini akan segera pindah host ? Dan kini, saudara saya Sam Idoer yang moderatornya sedang melakukan uji coba ?
Dengan segala kekurangan, sambil ingat hukum Metcalf (apa saya salah tulis ?) bahwa jaringan akan semakin bermanfaat seiring dengan meningkatnya warga jaringan (node = A point in a computer network where communication lines, such as telephone lines, electric cables, or optical fibers, are interconnected.)-nya, maka saya berusaha merekrut warga-warga baru agar sudi menyumbangkan buah pikirnya di milis kita ini. Saya yakin, Anda pun juga senang hati melakukan hal yang sama.
Di luar kiprah dalam dunia suporter, saya juga mengkampanyekan manfaat e-mail dan Internet pada umumnya, kepada komunitas, yang bisa saya jangkau dan bahkan juga kepada keluarga besar saya.
Ada sedikit cerita, nama kakek saya Martowirono, oleh para cucu dan cicit telah dijadikan sebagai nama payung untuk organisasi kekerabatan. Formilnya, Trah Martowirono. Inggrisnya mungkin, The Big Family of Martowirono. Kebetulan tahun 2003 ini, keluarga ibu dan ayah saya (anak IV Martowirono) kejatuhan giliran sebagai host pertemuan trah. Pertemuan ke-17 itu sudah berlangsung di kampung Kajen, Wonogiri, 27/1/2003. Di forum seperti ini, saya juga kembali gatal untuk mempromosikan kedahsyatan Internet. Skenario show pun dirancang.
Kebetulan suami dari sepupu saya sudah menjalani tahun ketiganya sebagai konsultan pertanian internasional (dibawah FAO/PBB) di Phnom Penh, Kamboja. Ia lulusan UGM dan S-2 dari Universitas di Bangkok. Dengan kontak-kontak e-mail sebelumnya, maka pada tengah-tengah acara pertemuan warga trah itu dilangsungkanlah session balas-balasan e-mail antara Kajen, Wonogiri, Indonesia dengan Phnom Penh, Kamboja.
Begitulah, berkat teknologi maka jarak ribuan kilometer kini bukan lagi halangan untuk berinteraksi, asal ada niat, cinta dan atensi. Pada acara yang sama juga diresmikan logo resmi dan situs Trah Martowirono di Internet.
Anda punya cerita seru tentang account e-mail Anda ? Saya tunggu.
Sampai jumpa di obrolan mendatang. Eh, di medali untuk pemenang Turnamen Sepakbola Piala Emas Bang Yos kok ada gambar wajah Bang Yos dimana pada topinya tertera mencolok tiga bintang (letnan jenderal) segala ?
Sobat Anda,
Bambang Haryanto
Penulis buku HARI-HARI SEPAKBOLA INDONESIA MATI
Wonogiri, 4/12/2003
----------------
Nikmatnya sahur bersama The Jakmania !
Di masa kompetisi LI lagi vakum saat ini, senang juga melihat aksi rekan-rekan suporter The Jakmania di RCTI, selama dua hari (16-17/11/2003). Rupanya bung Hendarmin dari RCTI Sports kurang berani maksimal menyediakan jatah sahur, sehingga sobat-sobat The Jakmania yang meramaikan babak play-off Piala Eropa saat itu nampak sudah ramai, tapi rasanya kurang banyak. Mungkin kalau The Jaks sebanyak separo kapasitas stadion Lebak Bulus ikut merubung pelataran “Kampung Ramadhan”, apa mungkin RCTI menjadi bangkrut ?
Fenomena The Jaks meramaikan acara sepakbola di RCTI itu pantas disambut gembira oleh komunitas suporter sepakbola Indonesia. Kalau ngikuti tren siaran di TV akhir-akhir ini, nampak bahwa acara-acara TV dewasa ini semakin condong untuk melibatkan kerumunan (crowds) sebanyak mungkin. Kerumunan itu tampil di depan kamera dengan berstatus ganda, ya sebagai penonton dan sekaligus jadi aktor. Jadi persis sama dengan fenomena suporter Indonesia akhir-akhir ini di pelbagai stadion Indonesia, bukan ?
Ada tantangan dan peluang menggelitik di depan : apakah kita para suporter Indonesia mampu untuk lebih jeli menggarap fenomena tren siaran televisi di atas secara lebih agresif, kreatif, dan tentu saja sportif (menjauhkan dari aksi kekerasan), untuk perkembangan sisi positif suporter dan dunia sepakbola Indonesia ?
Anda punya gagasan ? Kita tunggu.
Kabar lain : makasih untuk sobat Zaldi dan Dannie (Aremania) yang telah berbaik hati memberikan info sebenarnya mengenai situasi Stadion Gajayana. Saya senang karena dugaanku salah besar.
Selamat datang kembali untuk Benny Hendityas di forum milis kita ini. Dulu ketika Benny complain ke saya mengenai adanya gangguan komunikasi e-mailnya, yang bisa aku lakukan saat itu adalah melaporkannya ke Pekanbaru. Ke Sam Rudi. Maaf, aku belum membalas obrolanmu secara personal saat itu pula. Sokurlah, masalah itu kini sudah beres, bukan ?
Oh ya, mengenai pertanyaan Benny seputar nasib buku saya, wah, aku berterima kasih atas atensi hebat dan menggembirakan ini. Sayang, saat ini aku belum mampu memberi kabar gembira untuk Benny dan rekan-rekan lainnya. Sebab aku belum beruntung.
Bulan Agustus lalu, naskahnya aku serahkan ke suatu penerbit di Yogya. Aku sih berharap akan diperiksa selama 2 minggu, lalu kalau gol maka buku itu akan ikut meramaikan Konggres PSSI, 19-21 Oktober 2003 lalu. Impian itu berantakan, karena naskah Hari-Hari Sepakbola Indonesia Mati (judul ini diilhami buku tentang bencana crash-nya pesawat yang membawa tim Grande Torino, 1949, di Turin yang dampaknya jauh lebih mendalam ketimbang jatuhnya pesawat tim MU di Muenchen!) ditolak penerbit.
Aku sempat mengalami shock 2-3 hari. Déjà vu ! Dulu aku merasakan hal yang sama ketika 2 bukuku sebelumnya, juga ditolak penerbit yang pertama. Ya sudah, kini saya ya harus berjuang kembali untuk menjajakan naskah tersebut. Usai Lebaran, roda “salesman buku suporter” harus menggelinding lagi.
Walau demikian, ada spin-off, cipratan keuntungan kecil-kecilan dari proses menulis buku itu. Antara lain aku dipaksa mempelajari (lagi) seluk-beluk bisnis buku. Termasuk, misalnya kiat-kiat merancang judul buku. Kalau mempelajari sesuatu dan tidak aku sebarkan kepada orang lain, rasanya tak enak, maka aku ya harus menuliskannya. Hasilnya muncul di harian JawaPos edisi Minggu (26/10/2003) tulisanku berjudul “Misteri Judul Buku Yang Menjual”, dimuat. Rupanya tulisan itu memunculkan heboh, maka di JawaPos (16/11/03) kemarin, ada yang menanggapinya. Beni Setia, pengarang dari Caruban, Jawa Timur. Tulisanku dikritik habis.
Sokurlah, mungkin karena kecipratan hikmah puasa, aku bisa kewl (baca : cool) melahap kritik tersebut. Kalau kita dipuji-puji kan cenderung kepala kita membesar dan otak kita menjadi “tumpul”, maka kritikan itu justru memaksa otak kita untuk berfikir lagi. Hasilnya, ya sebuah tulisan lagi.
Begitulah, sobat, sambil terus getol ngobrolin bab suporter di masa kompetisi dalam negeri yang kosong ini, kini aku punya “bisnis” sampingan lain lagi : jadi tukang selidik dan bedah-bedah aneka aspek bisnis buku…..
Sampai obrolan mendatang, sahabat.
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1424 H.
Mohon Maaf Lahir dan Bathin Atas Segala Khilaf Saya, Baik Yang Disengaja Atau pun Yang Tidak Disengaja.
Hasta Luego, Amigo !
Sobat Anda,
Bambang Haryanto
Penulis buku HARI-HARI SEPAKBOLA INDONESIA MATI
Wonogiri, 17/11/2003
CERITA JADI SUPORTER JARAK JAUUUUH OLIMPIADE ATLANTA
Siapakah pemain sepakbola yang berlaga di LI dan memiliki account e-mail ? Saya ingat hanya satu nama : Jacksen F. Tiago, yang kini jadi pelatih Persebaya. Anda bisa menambahkannya ? Kita tunggu.
Tetapi ngomong-ngomong, sudah berapa tahun e-mail Anda ? E-mail saya yang humorline@hotmail.com, akan tepat berusia 4 tahun nanti pada tanggal 31 Desember 2003. Dengan e-mail itu, pada bulan puasa tahun 2001, saya mendapat hadiah sumpah serapah dari seseorang dari kelompok suporter yang pernah merasa disakiti oleh Pasoepati. Kiriman sumpah-serapah itu saya print, lalu ditempel di papan pengumuman markas Pasoepati. Nama dan alamat e-mail pengirimnya, saya hapus. Melalui e-mail itu pula, saya memperoleh kabar baik : diundang sebagai finalis The Power of Dreams Contest 2002.
E-mail tersebut saya buat di Wonogiri, di sebuah warnet yang pertama ada di kota kecil ini. Warnet itu kini sudah bubar. Sebelumnya, di tahun 1998 saya sudah memiliki e-mail bambangharyanto@hotmail.com, planetsolo@hotmail.com dan planetsolo@bumi.net.id. PlanetSolo adalah embrio situs untuk memfasilitasi interaksi komunitas wong Solo di Internet, bekerjasama dengan ISP BumiNet Solo, tetapi kehabisan nafas dan terhenti.
Saya menggunakan e-mail yang pertama kali, tahun 1996, justru sebagai suporter guna mendukung sukses kontingen tim olahraga Indonesia yang saat itu berlaga di Olimpiade Atlanta 1996. Beberapa hari setelah Jakarta diguncang huru-hara 27 Juli 1997, saat Kantor PDI Jl. Diponegoro diserbu, perusahaan komputer IBM menyelenggarakan pameran di Gedung Bapindo, dekat Pintu I Senayan, Jakarta. Saya ikut nonton.
Ternyata di sana ada 4 komputer yang disediakan untuk para pengunjung yang berkenan menulis e-mail guna mendukung tim Olimpiade mana pun (termasuk Indonesia) di Atlanta. Saat itu IBM memang menjadi sponsor utama TI untuk Olimpiade Atlanta. Konon di perkampungan atlet di Atlanta telah disediakan puluhan komputer, namanya Surf Shack, di mana para atlet dan ofisial dapat membaca posting e-mail dari para suporternya di tanah air masing-masing.
Saya pun segera menulis e-mail untuk mendukung sukses pasangan emas bulutangkis di Olimpiade Barcelona, Alan dan Susi, juga Ricky dan Rexy, dan pejudo Krishna Bayu. Termasuk juga titip salam untuk Broto Happy W., wartawan tabloid BOLA, yang saat itu juga bertugas meliput di Atlanta. Dia itu adalah adik saya. Saat itu saya juga menulis surat pembaca di BOLA dan Suara Karya, menghimbau salah satu sponsor tim Olimpiade Indonesia, Citibank, menyelenggarakan open house dan menempatkan beberapa unit komputer di lobby kantornya untuk menampung dan meneruskan e-mail dukungan dari Indonesia ke Atlanta.
Kebiasaan menulis e-mail untuk atlet, juga melalui situsnya IBM, juga saya ulangi ketika berlangsungnya Olimpiade Sidney 2000. Saya sadar, atlet-atlet kita masih gaptek, tetapi dengan mengirim dukungan jarak jauh yang entah dibaca atau tidak, saya sudah merasakan bahagia karena telah melaksanakan tuntutan jiwa saya sebagai seorang suporter olahraga Indonesia.
Dengan e-mail itu pula, kini, saya merasa dapat karunia, berupa kesempatan untuk berinteraksi dengan Anda-Anda semua di milis ASSI kita ini. Apakah milis kita ini akan segera pindah host ? Dan kini, saudara saya Sam Idoer yang moderatornya sedang melakukan uji coba ?
Dengan segala kekurangan, sambil ingat hukum Metcalf (apa saya salah tulis ?) bahwa jaringan akan semakin bermanfaat seiring dengan meningkatnya warga jaringan (node = A point in a computer network where communication lines, such as telephone lines, electric cables, or optical fibers, are interconnected.)-nya, maka saya berusaha merekrut warga-warga baru agar sudi menyumbangkan buah pikirnya di milis kita ini. Saya yakin, Anda pun juga senang hati melakukan hal yang sama.
Di luar kiprah dalam dunia suporter, saya juga mengkampanyekan manfaat e-mail dan Internet pada umumnya, kepada komunitas, yang bisa saya jangkau dan bahkan juga kepada keluarga besar saya.
Ada sedikit cerita, nama kakek saya Martowirono, oleh para cucu dan cicit telah dijadikan sebagai nama payung untuk organisasi kekerabatan. Formilnya, Trah Martowirono. Inggrisnya mungkin, The Big Family of Martowirono. Kebetulan tahun 2003 ini, keluarga ibu dan ayah saya (anak IV Martowirono) kejatuhan giliran sebagai host pertemuan trah. Pertemuan ke-17 itu sudah berlangsung di kampung Kajen, Wonogiri, 27/1/2003. Di forum seperti ini, saya juga kembali gatal untuk mempromosikan kedahsyatan Internet. Skenario show pun dirancang.
Kebetulan suami dari sepupu saya sudah menjalani tahun ketiganya sebagai konsultan pertanian internasional (dibawah FAO/PBB) di Phnom Penh, Kamboja. Ia lulusan UGM dan S-2 dari Universitas di Bangkok. Dengan kontak-kontak e-mail sebelumnya, maka pada tengah-tengah acara pertemuan warga trah itu dilangsungkanlah session balas-balasan e-mail antara Kajen, Wonogiri, Indonesia dengan Phnom Penh, Kamboja.
Begitulah, berkat teknologi maka jarak ribuan kilometer kini bukan lagi halangan untuk berinteraksi, asal ada niat, cinta dan atensi. Pada acara yang sama juga diresmikan logo resmi dan situs Trah Martowirono di Internet.
Anda punya cerita seru tentang account e-mail Anda ? Saya tunggu.
Sampai jumpa di obrolan mendatang. Eh, di medali untuk pemenang Turnamen Sepakbola Piala Emas Bang Yos kok ada gambar wajah Bang Yos dimana pada topinya tertera mencolok tiga bintang (letnan jenderal) segala ?
Sobat Anda,
Bambang Haryanto
Penulis buku HARI-HARI SEPAKBOLA INDONESIA MATI
Wonogiri, 4/12/2003
----------------
Nikmatnya sahur bersama The Jakmania !
Di masa kompetisi LI lagi vakum saat ini, senang juga melihat aksi rekan-rekan suporter The Jakmania di RCTI, selama dua hari (16-17/11/2003). Rupanya bung Hendarmin dari RCTI Sports kurang berani maksimal menyediakan jatah sahur, sehingga sobat-sobat The Jakmania yang meramaikan babak play-off Piala Eropa saat itu nampak sudah ramai, tapi rasanya kurang banyak. Mungkin kalau The Jaks sebanyak separo kapasitas stadion Lebak Bulus ikut merubung pelataran “Kampung Ramadhan”, apa mungkin RCTI menjadi bangkrut ?
Fenomena The Jaks meramaikan acara sepakbola di RCTI itu pantas disambut gembira oleh komunitas suporter sepakbola Indonesia. Kalau ngikuti tren siaran di TV akhir-akhir ini, nampak bahwa acara-acara TV dewasa ini semakin condong untuk melibatkan kerumunan (crowds) sebanyak mungkin. Kerumunan itu tampil di depan kamera dengan berstatus ganda, ya sebagai penonton dan sekaligus jadi aktor. Jadi persis sama dengan fenomena suporter Indonesia akhir-akhir ini di pelbagai stadion Indonesia, bukan ?
Ada tantangan dan peluang menggelitik di depan : apakah kita para suporter Indonesia mampu untuk lebih jeli menggarap fenomena tren siaran televisi di atas secara lebih agresif, kreatif, dan tentu saja sportif (menjauhkan dari aksi kekerasan), untuk perkembangan sisi positif suporter dan dunia sepakbola Indonesia ?
Anda punya gagasan ? Kita tunggu.
Kabar lain : makasih untuk sobat Zaldi dan Dannie (Aremania) yang telah berbaik hati memberikan info sebenarnya mengenai situasi Stadion Gajayana. Saya senang karena dugaanku salah besar.
Selamat datang kembali untuk Benny Hendityas di forum milis kita ini. Dulu ketika Benny complain ke saya mengenai adanya gangguan komunikasi e-mailnya, yang bisa aku lakukan saat itu adalah melaporkannya ke Pekanbaru. Ke Sam Rudi. Maaf, aku belum membalas obrolanmu secara personal saat itu pula. Sokurlah, masalah itu kini sudah beres, bukan ?
Oh ya, mengenai pertanyaan Benny seputar nasib buku saya, wah, aku berterima kasih atas atensi hebat dan menggembirakan ini. Sayang, saat ini aku belum mampu memberi kabar gembira untuk Benny dan rekan-rekan lainnya. Sebab aku belum beruntung.
Bulan Agustus lalu, naskahnya aku serahkan ke suatu penerbit di Yogya. Aku sih berharap akan diperiksa selama 2 minggu, lalu kalau gol maka buku itu akan ikut meramaikan Konggres PSSI, 19-21 Oktober 2003 lalu. Impian itu berantakan, karena naskah Hari-Hari Sepakbola Indonesia Mati (judul ini diilhami buku tentang bencana crash-nya pesawat yang membawa tim Grande Torino, 1949, di Turin yang dampaknya jauh lebih mendalam ketimbang jatuhnya pesawat tim MU di Muenchen!) ditolak penerbit.
Aku sempat mengalami shock 2-3 hari. Déjà vu ! Dulu aku merasakan hal yang sama ketika 2 bukuku sebelumnya, juga ditolak penerbit yang pertama. Ya sudah, kini saya ya harus berjuang kembali untuk menjajakan naskah tersebut. Usai Lebaran, roda “salesman buku suporter” harus menggelinding lagi.
Walau demikian, ada spin-off, cipratan keuntungan kecil-kecilan dari proses menulis buku itu. Antara lain aku dipaksa mempelajari (lagi) seluk-beluk bisnis buku. Termasuk, misalnya kiat-kiat merancang judul buku. Kalau mempelajari sesuatu dan tidak aku sebarkan kepada orang lain, rasanya tak enak, maka aku ya harus menuliskannya. Hasilnya muncul di harian JawaPos edisi Minggu (26/10/2003) tulisanku berjudul “Misteri Judul Buku Yang Menjual”, dimuat. Rupanya tulisan itu memunculkan heboh, maka di JawaPos (16/11/03) kemarin, ada yang menanggapinya. Beni Setia, pengarang dari Caruban, Jawa Timur. Tulisanku dikritik habis.
Sokurlah, mungkin karena kecipratan hikmah puasa, aku bisa kewl (baca : cool) melahap kritik tersebut. Kalau kita dipuji-puji kan cenderung kepala kita membesar dan otak kita menjadi “tumpul”, maka kritikan itu justru memaksa otak kita untuk berfikir lagi. Hasilnya, ya sebuah tulisan lagi.
Begitulah, sobat, sambil terus getol ngobrolin bab suporter di masa kompetisi dalam negeri yang kosong ini, kini aku punya “bisnis” sampingan lain lagi : jadi tukang selidik dan bedah-bedah aneka aspek bisnis buku…..
Sampai obrolan mendatang, sahabat.
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1424 H.
Mohon Maaf Lahir dan Bathin Atas Segala Khilaf Saya, Baik Yang Disengaja Atau pun Yang Tidak Disengaja.
Hasta Luego, Amigo !
Sobat Anda,
Bambang Haryanto
Penulis buku HARI-HARI SEPAKBOLA INDONESIA MATI
Wonogiri, 17/11/2003