BILA RIBUAN TON GULA IMPOR ILEGAL MENGANCAM
MASA DEPAN SEPAKBOLA INDONESIA
(Bagi Saya : Inilah Justru Awal Era Baru !)
Mobil SUV hitam itu nomor polisinya keren : P 5 SI. Coba tebak milik siapa mobil tersebut ? Saya melihatnya hanya sekilas dari tayangan televisi yang heboh memberitakan kasus penyelundupan ribuan ton gula ilegal. Mudah diduga, mobil bernomor polisi unik dan dapat dibaca sebagai “PSSI” itu adalah milik Nurdin Halid. Dialah Ketua Umum PSSI sekaligus Ketua Umum Inkud yang saat ini terbelit masalah penyelundupan gula ilegal itu.
Ketika Euro 2004 berlangsung dan di harian Kompas terdapat kolom “Ola-Ole” yang berisikan opini pembaca seputar turnamen sepakbola akbar Eropa itu, terdapat 2 (dua) opini sebagai berikut :
(1) “Ironis sekali ! Orang lain mah lagi asyik-asyiknya sama Euro 2004, eh pengurus sepak bola kita malah sibuk berbisnis gula impor yang akhirnya diketahui masyarakat.Bagaimana sepak bola Indonesia mau maju kalau yang lebih beken itu pengurusnya daripada prestasi sepak bola itu sendiri ?” Aan P (Kolom Ola Ole Harian Kompas, 28/6/2004)
(2) “Tim-tim besar seperti Italia, Spanyol, Jerman, Inggris dan Perancis, menelan kepahitan di Euro 2004. Sepakbola Indonesia juga harus siap menelan hal sama bila nama-nama top dari PSSI nantinya benar-benar terlibat tindak kriminal, ikut korupsi dari impor ribuan ton gula ilegal !” (Kolom Ola Ole Harian Kompas, 28/6/2004)
Sekadar tambahan info, opini kedua itu saya yang menulisnya. Dan sungguh kebetulan, penulis pertamanya adalah Aan Permana (http://aanp.blogspot.com, asal Garut), sosok kreatif yang sejak 2-3 tahun lalu saya sudah mengenalnya lewat kontak e-mail. Ia memang getol nulis komentar-komentar cerdas dan jenaka seputar sepakbola Indonesia. Walau ia tinggal di kawasan yang sangat manis (ingat dodol cap Picnic ?) di Jawa Barat, ia menyatakan pengin menjadi warga suporter Solo, Pasoepati.
Hari-hari ini, dari berita pagi televisi (17/7/2004), terkabar Nurdin Halid telah ditetapkan oleh polisi sebagai tersangka tindak penyelundupan gula ribuan ton itu. Sedihnya lagi, terutama bagi para pendukung Persjatim Solo FC, seorang pejabat dari Bea Cukai yang sekaligus tokoh sentral yang membidani tim nasional dan bos dari Persijatim Solo FC, Muhamad Zein, juga masuk sebagai tersangka kasus korupsi gula di atas.
Kalau kedua tokoh sentral PSSI itu divonnis bersalah, Anda bebas memilih : ikut sedih atau justru ikut gembira ? Untuk membangun kerangka Indonesia yang lebih baik di masa depan, saya justru menyambut gembira. Karena hukum dapat ditegakkan dan KKN yang telanjur menggurita itu mulai ada bukti bisa dipangkas. Biarkanlah PSSI limbung sebentar, tanpa kehadiran Nurdin Halid. Kalau kita mengilas balik bagaimana tokoh ini terpilih sebagai Ketua Umum PSSI, kita baca saat itu hadirnya berderet-deret pendukung dan tim sukses. Entah itu tokoh sepakbola nasional, daerah, juga para wartawan, di mana ibarat koloni lebah maka Nurdin Halid adalah ratunya.
Pengerubungnya buanyak sekali saat itu dan kini, sehingga ketika nanti sang ratu lebah itu tidak lagi nongkrong di singgasana puncak PSSI, maka pengerubung itu akan kocar-kacir (termasuk mungkin surut rejekinya) dan lalu mencari-cari ratu lebah yang baru. Semoga saja, ratu lebah yang baru itu, sesuai semangat jaman, adalah sosok yang bersih dari KKN.
Di sisi lain, bila nanti Pak Zein juga ikut terkena perkara ini (saya sedih, saya pernah mengobrol di kantornya bab masa depan sepakbola Solo dan nunut mobil SUV-nya buatan Korea yang garang dari Bea Cukai, Jakarta Timur ke kantor PSSI, Senayan) di mana buntutnya nanti berupa bubarnya Persijatim Solo FC dan di Solo tak ada lagi (untuk sementara) tim sepakbola yang bertengger di divisi utama, saya melihatnya : mungkin justru inilah saat fajar baru merekah bagi persepakbolaan Solo.
Saya pernah menulis di Harian Kompas (edisi Jawa Tengah/Yogyakarta, 7 Mei 2004) berjudul, “Sepakbola Solo Terbelit Skizofrenia”. Apa itu skizofrenia ? Lihat kamus. Atau tanya pada psikolog. Pendeknya, publik sepakbola Solo sejak jaman Arseto masuk Solo (1980-an) sampai Persijatim saat ini, jiwanya terbelah. Mereka tergiur kenikmatan instan, bangga semu karena punya tim dukungan yang berlaga di divisi utama, tapi sekaligus menelantarkan tim (Persis) yang asli Solo. Pasoepati masa kini pun adalah pula produk sakit skizofrenia itu. Sebab, menurut saya, Pasoepati secara de jure sudah habis sejarahnya ketika Pelita Solo (yang semula bertekad berkandang di Solo) malah “Go West”, hengkang ke Cilegon. Pasoepati yang tinggal kini hanyalah sosok zombie !
Mungkin ini impian. Pertama, bahwa di masa pasca Nurdin Halid, PSSI nanti akan dipimpin tokoh yang bersih dari KKN. Konsiderans ini sangtlah penting, tubuh sepakbola kita harus bersih dari korupsi. Berulangkali saya tak bakal bosan mengulang kata-kata Sekjen Asian Football Federation (AFC), Peter Velappan, bahwa sepakbola Indonesia hanya memble prestasinya akibat salah urus dan akibat merajalelanya korupsi di tubuhnya. Tanpa korupsi diberantas, prestasi moncer sepakbola Indonesia hanya akan terjadi dalam kurun berdekade lagi. Berpuluh-puluh tahun lagi !
Impian kedua, demi masa depan Solo, Persijatim sudah saatnya pergi dari Solo. Publik bola Solo harus kembali ke bumi realitas, mau tak mau, mereka harus membangun sendiri tim asli kotanya (Persis) tanpa terbelah-belah lagi atensi publiknya gara-gara bercokolnya tim indekosan yang berlaga di kancah divisi utama selama puluhan tahun terakhir ini.
Bagaimana kalau nanti Nurdin Halid dan Muhamad Zein bebas, karena tak terbukti bersalah dalam kasus impor puluhan ribu ton gula ilegal itu ? Maka mobil SUV bernomor P 5 SI itu akan tetap sering parkir di kantor PSSI Senayan. Masa depan sepakbola Indonesia mungkin, mungkin, persis seperti warna cat mobil itu : hitam.
Tak percaya ? Silakan cek hasilnya dari keikutsertaan tim kita di Piala Asia saat ini di China !
Bambang Haryanto
Wonogiri, 17 Juli 2004.
P.S. Tanggal 12 Juli 2004, adalah hari Koperasi. Dalam peringatan Hari Koperasi di Senayan, Nurdin Halid yang ketua umum Induk Koperasi Unit Desa (Inkud) justru dilarang hadir. Kebetulan tanggal 12 Juli 2004 adalah pula hari suporter nasional, (yang mau nginget adalah mahasiswa Yogya, Aji, widiaji@yahoo.com), maka pengusiran Nurdin Halid yang ketua PSSI itu juga jadi catatan tersendiri.
Catatan lain : di majalah Intisari edisi Juli 2004 ini ada cerita tentang bapak Gandhi Sukardi, mantan wartawan Antara yang hobinya menulis surat-surat pembaca berbahasa Inggris untuk koran The Jakarta Post. Beliau adalah ayah dari Menteri BUMN Laksamana Sukardi. Di majalah Intisari itu, foto Bapak Gandhi Sukardi terpajang dan ditemani foto lain, seseorang berbaju corak Jawa, warna merah maron, dan berblangkon gaya Yogya. Kalau Anda mengintip majalah Intisari itu, di halaman 112, saya harap semoga Anda masih mengenal oknum berblangkon itu...Semogalah....
MASA DEPAN SEPAKBOLA INDONESIA
(Bagi Saya : Inilah Justru Awal Era Baru !)
Mobil SUV hitam itu nomor polisinya keren : P 5 SI. Coba tebak milik siapa mobil tersebut ? Saya melihatnya hanya sekilas dari tayangan televisi yang heboh memberitakan kasus penyelundupan ribuan ton gula ilegal. Mudah diduga, mobil bernomor polisi unik dan dapat dibaca sebagai “PSSI” itu adalah milik Nurdin Halid. Dialah Ketua Umum PSSI sekaligus Ketua Umum Inkud yang saat ini terbelit masalah penyelundupan gula ilegal itu.
Ketika Euro 2004 berlangsung dan di harian Kompas terdapat kolom “Ola-Ole” yang berisikan opini pembaca seputar turnamen sepakbola akbar Eropa itu, terdapat 2 (dua) opini sebagai berikut :
(1) “Ironis sekali ! Orang lain mah lagi asyik-asyiknya sama Euro 2004, eh pengurus sepak bola kita malah sibuk berbisnis gula impor yang akhirnya diketahui masyarakat.Bagaimana sepak bola Indonesia mau maju kalau yang lebih beken itu pengurusnya daripada prestasi sepak bola itu sendiri ?” Aan P (Kolom Ola Ole Harian Kompas, 28/6/2004)
(2) “Tim-tim besar seperti Italia, Spanyol, Jerman, Inggris dan Perancis, menelan kepahitan di Euro 2004. Sepakbola Indonesia juga harus siap menelan hal sama bila nama-nama top dari PSSI nantinya benar-benar terlibat tindak kriminal, ikut korupsi dari impor ribuan ton gula ilegal !” (Kolom Ola Ole Harian Kompas, 28/6/2004)
Sekadar tambahan info, opini kedua itu saya yang menulisnya. Dan sungguh kebetulan, penulis pertamanya adalah Aan Permana (http://aanp.blogspot.com, asal Garut), sosok kreatif yang sejak 2-3 tahun lalu saya sudah mengenalnya lewat kontak e-mail. Ia memang getol nulis komentar-komentar cerdas dan jenaka seputar sepakbola Indonesia. Walau ia tinggal di kawasan yang sangat manis (ingat dodol cap Picnic ?) di Jawa Barat, ia menyatakan pengin menjadi warga suporter Solo, Pasoepati.
Hari-hari ini, dari berita pagi televisi (17/7/2004), terkabar Nurdin Halid telah ditetapkan oleh polisi sebagai tersangka tindak penyelundupan gula ribuan ton itu. Sedihnya lagi, terutama bagi para pendukung Persjatim Solo FC, seorang pejabat dari Bea Cukai yang sekaligus tokoh sentral yang membidani tim nasional dan bos dari Persijatim Solo FC, Muhamad Zein, juga masuk sebagai tersangka kasus korupsi gula di atas.
Kalau kedua tokoh sentral PSSI itu divonnis bersalah, Anda bebas memilih : ikut sedih atau justru ikut gembira ? Untuk membangun kerangka Indonesia yang lebih baik di masa depan, saya justru menyambut gembira. Karena hukum dapat ditegakkan dan KKN yang telanjur menggurita itu mulai ada bukti bisa dipangkas. Biarkanlah PSSI limbung sebentar, tanpa kehadiran Nurdin Halid. Kalau kita mengilas balik bagaimana tokoh ini terpilih sebagai Ketua Umum PSSI, kita baca saat itu hadirnya berderet-deret pendukung dan tim sukses. Entah itu tokoh sepakbola nasional, daerah, juga para wartawan, di mana ibarat koloni lebah maka Nurdin Halid adalah ratunya.
Pengerubungnya buanyak sekali saat itu dan kini, sehingga ketika nanti sang ratu lebah itu tidak lagi nongkrong di singgasana puncak PSSI, maka pengerubung itu akan kocar-kacir (termasuk mungkin surut rejekinya) dan lalu mencari-cari ratu lebah yang baru. Semoga saja, ratu lebah yang baru itu, sesuai semangat jaman, adalah sosok yang bersih dari KKN.
Di sisi lain, bila nanti Pak Zein juga ikut terkena perkara ini (saya sedih, saya pernah mengobrol di kantornya bab masa depan sepakbola Solo dan nunut mobil SUV-nya buatan Korea yang garang dari Bea Cukai, Jakarta Timur ke kantor PSSI, Senayan) di mana buntutnya nanti berupa bubarnya Persijatim Solo FC dan di Solo tak ada lagi (untuk sementara) tim sepakbola yang bertengger di divisi utama, saya melihatnya : mungkin justru inilah saat fajar baru merekah bagi persepakbolaan Solo.
Saya pernah menulis di Harian Kompas (edisi Jawa Tengah/Yogyakarta, 7 Mei 2004) berjudul, “Sepakbola Solo Terbelit Skizofrenia”. Apa itu skizofrenia ? Lihat kamus. Atau tanya pada psikolog. Pendeknya, publik sepakbola Solo sejak jaman Arseto masuk Solo (1980-an) sampai Persijatim saat ini, jiwanya terbelah. Mereka tergiur kenikmatan instan, bangga semu karena punya tim dukungan yang berlaga di divisi utama, tapi sekaligus menelantarkan tim (Persis) yang asli Solo. Pasoepati masa kini pun adalah pula produk sakit skizofrenia itu. Sebab, menurut saya, Pasoepati secara de jure sudah habis sejarahnya ketika Pelita Solo (yang semula bertekad berkandang di Solo) malah “Go West”, hengkang ke Cilegon. Pasoepati yang tinggal kini hanyalah sosok zombie !
Mungkin ini impian. Pertama, bahwa di masa pasca Nurdin Halid, PSSI nanti akan dipimpin tokoh yang bersih dari KKN. Konsiderans ini sangtlah penting, tubuh sepakbola kita harus bersih dari korupsi. Berulangkali saya tak bakal bosan mengulang kata-kata Sekjen Asian Football Federation (AFC), Peter Velappan, bahwa sepakbola Indonesia hanya memble prestasinya akibat salah urus dan akibat merajalelanya korupsi di tubuhnya. Tanpa korupsi diberantas, prestasi moncer sepakbola Indonesia hanya akan terjadi dalam kurun berdekade lagi. Berpuluh-puluh tahun lagi !
Impian kedua, demi masa depan Solo, Persijatim sudah saatnya pergi dari Solo. Publik bola Solo harus kembali ke bumi realitas, mau tak mau, mereka harus membangun sendiri tim asli kotanya (Persis) tanpa terbelah-belah lagi atensi publiknya gara-gara bercokolnya tim indekosan yang berlaga di kancah divisi utama selama puluhan tahun terakhir ini.
Bagaimana kalau nanti Nurdin Halid dan Muhamad Zein bebas, karena tak terbukti bersalah dalam kasus impor puluhan ribu ton gula ilegal itu ? Maka mobil SUV bernomor P 5 SI itu akan tetap sering parkir di kantor PSSI Senayan. Masa depan sepakbola Indonesia mungkin, mungkin, persis seperti warna cat mobil itu : hitam.
Tak percaya ? Silakan cek hasilnya dari keikutsertaan tim kita di Piala Asia saat ini di China !
Bambang Haryanto
Wonogiri, 17 Juli 2004.
P.S. Tanggal 12 Juli 2004, adalah hari Koperasi. Dalam peringatan Hari Koperasi di Senayan, Nurdin Halid yang ketua umum Induk Koperasi Unit Desa (Inkud) justru dilarang hadir. Kebetulan tanggal 12 Juli 2004 adalah pula hari suporter nasional, (yang mau nginget adalah mahasiswa Yogya, Aji, widiaji@yahoo.com), maka pengusiran Nurdin Halid yang ketua PSSI itu juga jadi catatan tersendiri.
Catatan lain : di majalah Intisari edisi Juli 2004 ini ada cerita tentang bapak Gandhi Sukardi, mantan wartawan Antara yang hobinya menulis surat-surat pembaca berbahasa Inggris untuk koran The Jakarta Post. Beliau adalah ayah dari Menteri BUMN Laksamana Sukardi. Di majalah Intisari itu, foto Bapak Gandhi Sukardi terpajang dan ditemani foto lain, seseorang berbaju corak Jawa, warna merah maron, dan berblangkon gaya Yogya. Kalau Anda mengintip majalah Intisari itu, di halaman 112, saya harap semoga Anda masih mengenal oknum berblangkon itu...Semogalah....