Ronaldikinho
Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner@yahoo.com
Trofi Piala Dunia FIFA pernah dalam genggaman saya. Pada hari yang sama, saya pun bangga tampil bersama Ronaldinho dalam acara siaran televisi swasta. Tetapi Anda jangan cepat-cepat memberikan tepuk tangan untuk prestasi saya tersebut.
Mengapa ?
Karena saya hidup di negara yang pernah dihebohkan sekaligus dibingungkan beredarnya surat-surat palsu yang melibatkan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi dan Menteri Luar Negeri Hasan Wirayuda. Merujuk hal tersebut maka saya akan jujur saja : trofi Piala Dunia yang saya pegang itu senyatanya palsu. Sosok Ronaldinho yang disorot kamera televisi bersama saya itu juga sosok Ronaldinho palsu.
Biar pun semua palsu, momen itu mampu menerbitkan impian : kapan Indonesia mampu hadir di pentas Piala Dunia ? Impian besar itu rupanya juga mengisi dada seorang Sodikin, sosok bobotoh Persib yang mudah dikenali oleh mereka yang sering nonton di stadion Siliwangi Bandung. Sodikin tersohor karena wajahnya 99 persen mirip maha bintang tim Barcelona dan tim nasional Brasil, Ronaldinho.
Ronaldikinho, begitu julukan popnya sebagai ikon unik komunitas sepakbola Indonesia sebagaimana diberikan wartawan tabloid BOLA Sigit Nugroho kepadanya. Sodikin itu saya temui awal Januari 2005 di Jakarta. Mayor Haristanto sengaja mengundangnya untuk bergabung dalam rombongan kami, kelompok suporter dari Solo, Pasoepati Solo, ketika kami menggelar replika raksasa kaos timnas di leg pertama Final Piala Tiger 2004/2005 di Senayan Jakarta.
Sodikin pergi kemana pun membawa tas kain lusuhnya. Isi tasnya yang paling mengejutkan : replika Piala Dunia. Juga map berisi kliping koran yang memuat keistimewaan dirinya. Sebagian besar koran terbitan Solo, karena ia pernah menginap berhari-hari di markas Pasoepati. Isi lainnya : kaos biru bertuliskan slogan “Wajah Samba, Hati Sunda.”
Slogan tersebut dan wajahnya disyut secara close up ketika rombongan kami tampil dalam acara sepakbola One Stop Football di studio TV7. Ronaldikinho jadi bintang tamu. Suasana studio jadi lebih meriah. Bahkan usai final Piala Tiger di Senayan ia pun dikerubungi tamu VIP untuk diajak berfoto. Atau memperoleh tanda tangannya.
Fenomena Ronaldikinho adalah trivia menyegarkan dalam dunia sepakbola kita. Mungkin sekaligus mewakili citra “remeh temeh”-nya sepakbola Indonesia di pentas dunia. Sosiolog lulusan Leiden yang juga pemain sepakbola amatir asal Belanda, Freek Colombijn, memposisikan sepakbola Indonesia berada di pinggiran percaturan sepakbola dunia.
Padahal, “Indonesia adalah Brasilnya Asia”, cetus Peter Velappan, Sekjen Konfederasi Sepakbola Asia (AFC). Menurutnya, pemain sepakbola Indonesia bermain dengan intelejensia dan bakat unik yang langka di dunia. Bakat pemain Indonesia lebih hebat dibandingkan Korea Selatan atau Jepang. Tahun 50-60-an, lanjut Velappan, tim-tim top Asia masa kini seperti Korea Selatan, Jepang, Arab Saudi, Kuwait sampai Emirat Arab, jangan mimpi mampu menaklukkan tim-tim Asia Tenggara.
Pendapat Velappan tersebut dimuat majalah Asiaweek (5/6/1998) ketika menyoroti Asia Tenggara yang tidak mampu ikut bicara dalam Piala Dunia 1998. Simpul majalah bergengsi tersebut : karena korupsi dan salah urus puluhan tahun telah membuat persepakbolaan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, terbuang dari percaturan dunia.
Di tengah atmosfir ingar-bingar Piala Dunia 2006 di Jerman dewasa ini, mari kita bercermin : PSSI dan Badan Liga Indonesia baru-baru saja melakukan kesalahan elementer yang fatal, mengakibatkan Arema dan Persipura tercoret dari Liga Champions Asia 2006. Contoh kecil ini membuktikan betapa impian Ronaldikinho adalah impian kita semua. Impian yang bakal kandas terus. Karena mengurus sepakbola secara elementer pun ternyata bangsa Indonesia yang populasinya nomor empat di dunia ini tidak pula becus. Apa kabar pak Nugraha Besoes ? ***
Wonogiri, 9 Juni 2006
si
Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner@yahoo.com
Trofi Piala Dunia FIFA pernah dalam genggaman saya. Pada hari yang sama, saya pun bangga tampil bersama Ronaldinho dalam acara siaran televisi swasta. Tetapi Anda jangan cepat-cepat memberikan tepuk tangan untuk prestasi saya tersebut.
Mengapa ?
Karena saya hidup di negara yang pernah dihebohkan sekaligus dibingungkan beredarnya surat-surat palsu yang melibatkan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi dan Menteri Luar Negeri Hasan Wirayuda. Merujuk hal tersebut maka saya akan jujur saja : trofi Piala Dunia yang saya pegang itu senyatanya palsu. Sosok Ronaldinho yang disorot kamera televisi bersama saya itu juga sosok Ronaldinho palsu.
Biar pun semua palsu, momen itu mampu menerbitkan impian : kapan Indonesia mampu hadir di pentas Piala Dunia ? Impian besar itu rupanya juga mengisi dada seorang Sodikin, sosok bobotoh Persib yang mudah dikenali oleh mereka yang sering nonton di stadion Siliwangi Bandung. Sodikin tersohor karena wajahnya 99 persen mirip maha bintang tim Barcelona dan tim nasional Brasil, Ronaldinho.
Ronaldikinho, begitu julukan popnya sebagai ikon unik komunitas sepakbola Indonesia sebagaimana diberikan wartawan tabloid BOLA Sigit Nugroho kepadanya. Sodikin itu saya temui awal Januari 2005 di Jakarta. Mayor Haristanto sengaja mengundangnya untuk bergabung dalam rombongan kami, kelompok suporter dari Solo, Pasoepati Solo, ketika kami menggelar replika raksasa kaos timnas di leg pertama Final Piala Tiger 2004/2005 di Senayan Jakarta.
Sodikin pergi kemana pun membawa tas kain lusuhnya. Isi tasnya yang paling mengejutkan : replika Piala Dunia. Juga map berisi kliping koran yang memuat keistimewaan dirinya. Sebagian besar koran terbitan Solo, karena ia pernah menginap berhari-hari di markas Pasoepati. Isi lainnya : kaos biru bertuliskan slogan “Wajah Samba, Hati Sunda.”
Slogan tersebut dan wajahnya disyut secara close up ketika rombongan kami tampil dalam acara sepakbola One Stop Football di studio TV7. Ronaldikinho jadi bintang tamu. Suasana studio jadi lebih meriah. Bahkan usai final Piala Tiger di Senayan ia pun dikerubungi tamu VIP untuk diajak berfoto. Atau memperoleh tanda tangannya.
Fenomena Ronaldikinho adalah trivia menyegarkan dalam dunia sepakbola kita. Mungkin sekaligus mewakili citra “remeh temeh”-nya sepakbola Indonesia di pentas dunia. Sosiolog lulusan Leiden yang juga pemain sepakbola amatir asal Belanda, Freek Colombijn, memposisikan sepakbola Indonesia berada di pinggiran percaturan sepakbola dunia.
Padahal, “Indonesia adalah Brasilnya Asia”, cetus Peter Velappan, Sekjen Konfederasi Sepakbola Asia (AFC). Menurutnya, pemain sepakbola Indonesia bermain dengan intelejensia dan bakat unik yang langka di dunia. Bakat pemain Indonesia lebih hebat dibandingkan Korea Selatan atau Jepang. Tahun 50-60-an, lanjut Velappan, tim-tim top Asia masa kini seperti Korea Selatan, Jepang, Arab Saudi, Kuwait sampai Emirat Arab, jangan mimpi mampu menaklukkan tim-tim Asia Tenggara.
Pendapat Velappan tersebut dimuat majalah Asiaweek (5/6/1998) ketika menyoroti Asia Tenggara yang tidak mampu ikut bicara dalam Piala Dunia 1998. Simpul majalah bergengsi tersebut : karena korupsi dan salah urus puluhan tahun telah membuat persepakbolaan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, terbuang dari percaturan dunia.
Di tengah atmosfir ingar-bingar Piala Dunia 2006 di Jerman dewasa ini, mari kita bercermin : PSSI dan Badan Liga Indonesia baru-baru saja melakukan kesalahan elementer yang fatal, mengakibatkan Arema dan Persipura tercoret dari Liga Champions Asia 2006. Contoh kecil ini membuktikan betapa impian Ronaldikinho adalah impian kita semua. Impian yang bakal kandas terus. Karena mengurus sepakbola secara elementer pun ternyata bangsa Indonesia yang populasinya nomor empat di dunia ini tidak pula becus. Apa kabar pak Nugraha Besoes ? ***
Wonogiri, 9 Juni 2006
si